1.1 Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, melahirkan dan masa nifas. Penyebab tingginya angka kematian ibu juga terutama disebabkan karena faktor non medis yaitu faktor ekonomi, sosial budaya, demografi serta faktor agama. Sebagai contoh banyak kaum ibu yang menganggap kehamilan sebagai peristiwa alamiah biasa padahal kehamilan merupakan peristiwa yang luar biasa sehingga perhatian terhadap kesehatan ibu hamil harus diperhatikan.Rendahnya pengetahuan ibu terhadap kesehatan reproduksi dan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan juga menjadi sebab tingginya kematian ibu selain pelayanan dan akses mendapatkan pelayanan kesehatan yang buruk.
World Health Organization (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran dan aborsi yang tidak aman. Sekitar satu perempuan meninggal setiap menit.
Negara-negara di Asia termasuk Indonesia adalah negara dimana warga perempuannya memiliki kemungkinan 20-60 kali lipat dibanding negara-negara Barat dalam hal kematian ibu karena persalinan dan komplikasi kehamilan. Di negara-negara yang sedang berkembang, angka kematian ibu berkisar 350 per 10.000 kematian. Angka kematian ibu di Indonesia adalah 470 per 100.000 kelahiran. Angka yang sangat mengkhawatirkan karena meningkat dari angka yang tercatat peda beberapa tahun sebelumnya. Pada tahun 1997, AKI mencapai 397 orang per 100.000 kelahiran yang berarti bertambah sekitar 73 orang.
Data menunjukkan sebagian besar kematian terjadi pada masyarakat miskin dan mereka yang tinggal jauh dari Rumah Sakit. Penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan, eklampsia, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Kontribusi dari penyebab kematian ibu tersebut masing-masing adalah perdarahan 28 %, eklampsia 13 %, aborsi yang tidak aman 11 %, serta sepsis 10 %.Salah satu penyebab kematian tersebut adalah Preeklampsia dan eklampsia yang bersama infeksi dan pendarahan, diperkirakan mencakup 75-80 % dari keseluruhan kematian maternal. Kejadian preeklampsi-eklampsi dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila CFR PE-E mencapai 1,4%-1,8%.
Penelitian yang dilakukan Soedjonoes pada tahun 1983 di 12 RS pendidikan di Indonesia, di dapatkan kejadian PE-E 5,30% dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar di banding kehamilan normal). Sedangkan berdasarkan penelitian Lukas dan Rambulangi tahun 1994, di dua RS pendidikan di Makassar insidensi preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2%.
Target penurunan angka kematian ibu menjadi 124 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 tidak mudah tercapai mengingat sistem pelayanan obsentri emerjensi masih lemah. Akhirnya yang harus diingat dari informasi diatas adalah sesungguhnya masalah kematian ibu bukanlah masalah ibu sendiri akan tetapi merupakan masalah internasional dimana setiap negara seharusnya memiliki tanggungjawab untuk menanggulangi dan mencegah kematian ibu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana frekuensi kematian ibu yang disebabkan oleh Preeklampsia dan eklampsia
2. Bagaimana distribusi kematian ibu yang disebabkan oleh Preeklampsia dan eklampsia
3. Bagaimana gambaran determinan kematian ibu yang disebabkan oleh Preeklampsia dan eklampsia
4. Apa program pemerintah untuk menanggulangi komplikasi kehamilan
5. Apa isu – isu terkini kematian ibu
2.1 Definisi
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.
2.2 Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”. Namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang ini dipakai sebagai penyebab Preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini. Rupanya tidak hanya satu fackor yang menyebabkan pre eklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravitas, kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
4. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Teori yang dewasa ini banyak diterima sebagai penyebab preeklampsia adalah iskemia plasenta.
2.2.1 FAKTOR PREDISPOSISI
1. Diabetes melitus
2. Mola hidatidosa
3. Kehamilan ganda
4. Hidrops fetalis
5. Umur di atas 35 tahun
6. Obesitas.
2.3 Gejala
Gejala Preeklampsia
Biasanya tanda-tanda Preeklampsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada Preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada Preeklampsia berat.
Gejala klinis Preeklampsia adalah:
1. Tekanan darah sistolik ³ 160 mmHg
2. Tekanan darah diastolik ³ 110 mmHg
3. Peningkatan kadar enzim hati/ ikterus
4. Trombosit < 100.000/mm³
5. Oliguaria < 400 ml/24 jam
6. Proteunaria > 3 g/liter
7. Nyeri epigastrium
8. Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
9. Perdarahan retina
10. Edema pulmonum
11. Koma
Dikatakan preeklampsia berat apabila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut:
1. Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +3 atau +4.
3. Oliguria ≤ 500 ml/24 jam
4. Nyeri kepala prontal atau gangguan penglihatan
5. Nyeri epigastrium
6. Edema paru atau sianosis
7. Pertumbuhan janin intra uterine yang terhambat (IUFGR)
8. HELLP Syndrome (H = Hemolysis, EL = Elevated Liver Enzyme, LP = Low Platelet Counts).
Gejala eklampsia
Pada umumnya kejangan didahului oleh makin memburuknya Preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan terutama pada persalinan bahaya ini besar.
DIAGNOSIS
1. Preeklampsia Ringan:
Hipertensi, dimana TD > 15 mmHg tetapi <> 0,3 gr/L dalam 24 jam, atau
2. > 1 gr/L dalam 2 kali pengambilan urine selama 6 jam secara sembarangan,
3. Pemeriksaan kualitatif + 2 pada pengambilan urine sembarang (kateter atau mid-stream).
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini akan digolongkan sebagai Preeklampsia berat:
TD ≥ 160/110 mmHg
Proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif + 3 atau + 4
Oligouria ≤ 500 ml/24 jam
Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Edema paru atau sianosis
Pertumbuhan janin intra uterine yang terhambat (IUFGR)
Adanya HELLP Syndrome.
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas yang seminimal mungkin bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadi preeklampsia sukar dicegah, namun preeklampsia berat dan eklampsia dapat dihindarkan dengan mengenal secara dini penyakit ini supaya dapat ditangani secara sempurna.
1. Glomerulonefritis akut
2. Hipertensi esensial.
2.4 Komplikasi Akibat Preeklampsia Dan Eklampsia
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dibawah ini biasanya terjadi pada Preeklampsia berat dan eklampsia.
1. Solusio plasenta; Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada Preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia; Pada Preeklampsia berat
3. Hemolisis; Penderita dengan Preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang di kenal dengan ikterus. Belum di ketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati sering di temukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak; Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata; Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlansung sampai seminggu.
6. Edema paru-paru.
7. Nekrosis hati; Nekrosis periportal hati pada Preeklampsi – eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.
8. Sindrom HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
9. Kelainan ginjal.
10. Komplikasi lain; Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi.
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra – uterin.
2.5 PENCEGAHAN PREEKLAMPSIA
Belum ada kesepakatan dalam pencegahan preeklampsia. Beberapa penelitian menunjukan pendekatan nutris (diet rendah garam, diet tinggi protein, suplemen kalsium, magnesium, dll), atau medikamentosa (teofillin, anti-hipertensi, diuretik, aspirin, dll) dapat mengurangi kemungkinan timbulnya preeklampsia.
Di bawah ini beberapa upaya pencegahan preeklamsia :
1. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin (Preeklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
2. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya Preeklampsia kalau ada faktor-faktor predeposisi
3. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring ditempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
4. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda Preeklampsia dan mengobatinya segera apabila di temukan.
5. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda Preeklampsia tidak juga dapat di hilang
2.6 PENATALAKSANAAN
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka penatalaksanaan dibagi dua, yaitu aktif dan konservatif. Penatalaksanaan aktif berarti kehamilan harus segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian medikamentosa. Penatalaksanaan konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian medikamentosa.
Penatalaksanaan secara aktif dilakukan dengan indikasi:
1. Kehamilan > 37 minggu
2. Impending ecclampsia
3. Adanya HELLP syndrome
4. Adanya tanda-tanda fetal distress atau IUFGR
5. Kegagalan penatalaksanaan secara konservatif.
Penatalaksanaan secara konservatif dilakukan dengan indikasi kehamilan
1. TD sistolik > 180 mmHg.
2. TD tetap > 160/110 mmHg setelah tirah baring (bed rest) dan diberi sedatif selama 12 – 48 jam.
3. TD diastolik 90 – 100 mmHg pada trimester kedua.
Namun tekanan darah tidak boleh diturunkan terlalu cepat karena dapat menyebabkan penurunan aliran darah uteroplasenta dan gawat janin. Obat-obat anti-hipertensi yang biasa diberikan adalah hidralazine, labelatol, metildopa, kolinidin dan kalsium antagonis.
PEMBAHASAN
3.1 Frekuensi kejadian preeklampsia dan eklampsia.
Secara umum kejadian komplikasi kehamilan mencakup 75-80% dari keseluruhan kematian maternal , angka kejadian Preeklampsia di dunia sebesar 0-13%.(Zuspan F.P,1978). Frekuensi Preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya seperti jumlah primigravida, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis serta masih rendahnya status sosial-ekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. Dalam kepustakaan, frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%.
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan Preeklampsia yang sempurna.
Di negara-negara berkembang, frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3%-0,7% sedangkan di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil yaitu 0,05%-0,1%.
3.2 Distribusi kejadian preeklampsia dan eklampsia.
3.2.1 Distribusi Menurut Umur
Distribusi kejadian Preeklampsia-eklampsia berdasarkan umur banyak ditemukan pada kelompok usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Distribusi Preeklampsia dan eklampsia dapat dilihat pada tabel berikut:
Distribusi Kejadian Preeklampsia dan Eklampsia Menurut Umur
Umur (Tahun) | Keterangan |
20 – 30 | Kejadiannya 1-2 % |
>35 | Kejadiannya akan meningkat 3-4 kali |
Pada usia Ibu lebih dari 35 tahun, dalam tubuh telah terjadi perubahan-perubahan akibat penuaan organ-organ. Dengan begitu, kemungkinan untuk mendapat penyakit-penyakit dalam masa kehamilan yang berhubungan dengan umur akan meningkat, seperti penyakit darah tinggi (hipertensi), keracunan kehamilan, (preeklamsi/eklamsi), diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah. Disebut risiko tinggi karena kemungkinan terjadinya hasil kehamilan yang buruk/komplikasi pada ibu usia ini akan meningkat.
3.2.2 Distribusi Menurut Usia Kehamilan
Biasanya preeklamsia muncul pada triwulan ketiga kehamilan, dan bisa juga pada awal triwulan. Distribusi kejadian Preeklampsia-eklampsia terbanyak ditemukan pada usia kehamilan antara 37-42 minggu pada kehamilan pertama.
3.3 Determinan Kejadian Preeklampsia Dan Eklampsia
Di negara-negara, berkembang tingginya kejadian Preeklampsia dan eklampsia disebabkan karena masih rendahnya status sosial ekonomi disertai dengan kurangnya pengetahuan dan persepsi tentang kesehatan terutama kesehatan reproduksi mengakibatkan terbatasnya pemahaman dan akses ibu terhadap pelayanan kesehatan.
1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem, yaitu remaja dan umur 35 tahun keatas.
2. Multigravida dengan kondisi klinis:
ü Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.
ü Penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes mellitus.
ü Penyakit penyakit ginjal
3. Hiperplasentosis: Molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar, diabetes mellitus.
4. Riwayat keluarga pernah Preeklampsia atau eklampsia.
5. Obesitas dan Hidramnion
6. Gizi yang kurang dan anemi.
7. Kasus- kasus dengan kadar asam urat tinggi, defisiensikalsium, defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang anti oksidan.
3.4 Program Pemerintah
Program pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu yaitu:
3.4.1 Safe Motherhood/ Making Pregnancy Safer (MPS)
Pemerintah Indonesia dan Unicef telah membuat kesepakatan untuk menurunkan tingkat kematian ibu di Indonesia yang merupakan priorotas nomor satu dalam persetujuan kerjasamanya. AUSAID mendanai program safe motherhood di empat provinsi dengan tingkat kematian ibu yang tinggi dan tidak dapat ditolerir, yaitu Jawa Barat, Banten, Maluku dan Papua. Maluku dan Papua merupakan dua di antara sekian provinsi di Indonesia yang penduduknya sedikit dan tersebar di wilayah yang mencakup daratan dan lautan. Sementara jumlah keseluruhan perempuan yang mati akibat melahirkan di dua provinsi ini berkurang, tingkat kematian ibu melahirkannya tetap lebih tinggi dari rata-rata tingkat nasional.
Menanggapi tingginya tingkat kematian ibu melahirkan di provinsi-provinsi tersebut, program safe motherhood ditujukan untuk memperkuat kapasitas masyarakat dan dinas-dinas pemerintah di tingkat kabupaten dan yang lebih rendah, sehingga dapat mengurangi tingkat kematian ibu, bayi dan balita.
Program safe motherhood bertujuan untuk mengurangi tingkat kematian ibu dengan cara:
1. Meningkatkan mutu dari, dan akses ke pelayanan perawatan kesehatan ibu dan bayi.
2. Mendukung jangkauan dan kapasitas bidan di desa dan dukun bayi.
3. Memberdayakan masyarakat untuk mengenali kesulitan-kesulitan selama masa kehamilan dan persalinan agar dapat mengambil tindakan tepat guna membantu ibu dan bayi.
4. Memperkuat kapasitas pemerintah daerah dalam merencanakan, melaksanakan, mengelola dan mengawasi program persalinan yang aman
3.4.2 Gerakan Sayang Ibu (GSI)
GSI adalah suatu gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat, bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan perbaikan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan AKI karena hamil, melahirkan, dan nifas.
Unsur ke-1 GSI: Dilaksanakan masyarakat dan pemerintah. Masyarakat aktif sebagai pelaku, tidak hanya sasaran; diserahkan secara bertahap dari pemerintah ke masyarakat; perlu waktu panjang, konsisten dan intensif.
Unsur ke-2 GSI: Meningkatkan kualitas hidup perempuan. Penyadaran atas hak-hak reproduksi perempuan; perencanaan kehamilan dan kelahiran yang baik; perawatan bayi yang baik
Unsur ke-3 GSI: Mempercepat penurunan AKI, karena kehamilan, melahirkan, dan nifas
3.4.3 Meningkatkan Akses Masyarakat Miskin.
Kebijakan yang ditempuh adalah denganpengembangan sistem jaminan kesehatan. Metode layanan kesehatan ini telah dimulai sejakterjadinya krisis eknonomi pada tahun 1998, melalui Program Jaring Pengaman Sosial yaitudengan memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada penduduk miskin.
3.4.4 Audit Maternal Perinatal
Audit Maternal Perinatal menurut istilah di bidang kesehatan yaitu proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta pelaksanaannya. Tujuan umum meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) untuk mencegah terjadinya kematian ibu dan balita. Sedangkan tujuan khusus menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara tertatur dan kontinyu, menentukan intervensi untuk masing-masing pihak untuk mengatasi kasus yang ditemukan serta mengoptimalkan koordinasi antara Din Kes, RS dan puskesmas dalam peoses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
3.5 Isu-Isu Terkini Kematian Ibu.
3.5.1 Secara umum isu-isu kematian ibu, yaitu :
1. Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia termasuk tertinggi di kawasan Asia, yakni 307/100.000 kelahiran. Provinsi penyumbang kasus kematian ibu melahirkan terbesar ialah Papua 730/100.000 kelahiran, Nusa Tenggara Barat 370/100.000 kelahiran, Maluku 340/100.000 kelahiran, dan Nusa Tenggara Timur 330/100.000 kelahiran
2. Faktor sosial budaya juga menjadi salah satu penyebab buruknya kondisi kesehatan dan gizi kaum perempuan.
3. Gerakan Sayang Ibu dengan Program Siap Antar Jaga (Siaga) sejak tahun 2000 pun belum mampu memperbaiki nasib kaum perempuan. Suami masih sulit diajak berdialog dengan istri, atau kurang peduli terhadap kondisi kesehatan sang istri. (KOR)
3.5.2 Secara khusus isu terbaru mengenai preeklampsi dan eklampsi adalah :
Ditemukannya teori makanan yang dihubungkan dengan kejadian eklamsi adalah kurangnya asam folat folic acid, pengurangan garam tidak berhubungan dengan turunnya kejadian preeklamsia.
PENUTUP
1. Tingkat kematian ibu akibat komplikasi kehamilan tetap tinggi walaupun mengalami penurunan setiap tahun.
2. Penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan, eklampsia, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Eklampsi merupakan salah satu dari tiga besar penyebab kematian ibu di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia.
3. Di negara-negara berkembang, frekuensi PE-E dilaporkan berkisar antara 0,3%-0,7% sedangkan di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil yaitu 0,05%-0,1%.Distribusi menurut golongan umur paling banyak pada usia >35 tahun dan banyak faktor yang mempengaruhi kejadian PE-E.
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono: Jakarta.
Wiknjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono: Jakarta.
Jurnal kesehatan Indonesia Vo. 1, No 5. April 2007. Tantangan Pencapaian Millenium Development Goals (MGDs) Bidang Kesehatan Profil RSUD A. Djemma Masamba Luwu Utara. 2006.
www.cermin dunia kedokteran. (Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia, 2006) Searching 12 september 2007.
www.yahoo.com (Profil penderita Preeklamsia-Eklamsia di RSU Tarakan, Kaltim, 2000) Searching 12 september 2007.
www.Digized by USU Digital Library. (Pendarahan selama kehamilan, 2004) Searching 12 september 2007.
Jurnal Penelitian Dinamika Sosial Vol.2. No. 1. April 2001. Mengidentifikasi Penyebab Kematian Ibu dan Merumuskan upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu Pada Masyarakat Nelayan.
Wibisono Bambang dr. Kematian Perinatal pada Preeklampsia - Eklampsia. FK. Undip Semarang, 1997:6-12.
Masnjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta. 2001; 270-73.
Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Yayasan Bina Pustaka-SP. Jakarta. 1999; 281-30.
Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bagian Obstetri dan Ginekologi RS Dr. Pirngadi Medan, Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan FK-USU RSPM. 1991; 11-14.
Muchtar R. Sinopsis Obstetri. Jilid II. EGC. Jakarta. 1998; 279-87.
Saifuddin AB, dkk. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Yayasan Bina Pustaka-SP. Jakarta. 2001; 206-14.
Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Obstetri Williams (Williams Obstetrics). Edisi ke-18. Alih Bahasa: Suyono J, Hartono A. EGC. Jakarta. 1995; 773-814..
emedicine.medscape.com/article/796690-overview
www.bmj.com/cgi/content/full/bmj;330/7491/565
No comments:
Post a Comment
untuk comments yang tidak memiliki tata keramah akan di hapus!