PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.
Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena bronchitis kronik merupakan diagnosis klinis sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi.
Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena bronchitis kronik merupakan diagnosis klinis sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi.
Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
ü Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan,
ü Perkembangan gejala bersifat progresif lambat
ü Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar ruangan dan tempat kerja)
ü Sesak pada saat melakukan aktivitas
ü Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat (PPOK ringan, sedang dan berat).
A. Diagnosis PPOK Klinis ditegakkan apabila:
1. Anamnesis:
a. Ada faktor risiko:
Ø Host:
ü Genetik: Defisiensi α 1 anti tripsin
ü Hipereaktivitas bronkus
Ø Lingkungan:
ü Asap rokok (faktor risiko utama - sigaret)
ü Partikel debu & bahan kimia perindustrian
ü Polusi udara
ü Infeksi
ü Status sosial
b. Gejala:
Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan.
Ø Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan atau lebih yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan.
Ø Berdahak kronik
Kadang-kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus-menerus tanpa disertai batuk.
Ø Sesak nafas, terutama pada saat melakukan aktivitas
Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak (Tabel 1).
Tabel 1. Skala Sesak
Skala sesak dan Keluhan sesak berkaitan dengan aktivitas
skala 0 | Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat |
skala 1 | Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga satu tingkat |
skala 2 | Berjalan lebih lambat karena merasa sesak |
skala 3 | Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit |
skala 4 | Sesak bila mandi atau berpakaian |
2. Pemeriksaan fisik:
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
a. Inspeksi
Ø Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
Ø Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)
Ø Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
Ø Pelebaran sela iga
b. Palpasi
Ø Fremitus melemah,
c. Perkusi
Ø Hipersonor
d. Auskultasi
Ø Suara nafas vesikuler melemah atau normal
Ø Ekspirasi memanjang
Ø Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
Ø Ronki
3. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain:
Ø Spirometri
Ø Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik)
Ø Analisa gas darah
Ø Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)
Ø Radiologi (foto toraks)
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada
PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada
seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.
Catatan:
Untuk penegakkan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan adanya asma bronkial, gagal jantung kongestif, TB Paru dan sindrome obstruktif pasca TB Paru. Penegakkan diagnosis PPOK secara klinis dilaksanakan dipuskesmas atau rumah sakit tanpa fasilitas spirometri. Sedangkan penegakan diagnosis dan penentuan klasifikasi (derajat) PPOK ,sesuai dengan ketentuan Global Inisiatif of Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (GOLD) tahun 2005, dilaksanakan di rumah sakit / fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki spirometri.
B. Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK
Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan Global Inisiatif of Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (GOLD) tahun 2005 sebagai berikut :
Stage I. Mild COPD (PPOK Ringan)
Gejala klinis:
ü Dengan atau tanpa batuk
ü Dengan atau tanpa produksi sputum.
ü Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri:
ü FEV1 ≥ 80% prediksi atau
ü FEV1 / FVC < 70%
Stage II. Moderate COPD (PPOK Sedang)
Gejala klinis:
ü Dengan atau tanpa batuk
ü Dengan atau tanpa produksi sputum.
ü Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri:
ü 50% ≤ FEV1 < 80% prediksi atau
ü FEV1 / FVC < 70%
Stage III. Severe COPD (PPOK Berat)
Gejala klinis:
ü Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
ü Eksaserbasi lebih sering terjadi
Spirometri:
ü 30% ≤ FEV1 < 50% prediksi atau
ü FEV1 / FVC < 70%
Stage IV. Very Severe COPD (PPOK Sangat Berat)
Gejala klinis:
ü Sesak napas derajat sesak 4 dengan gagal napas kronik.
ü Eksaserbasi sangat sering terjadi
ü Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri:
ü FEV1 < 50% prediksi dan gagal napas kronik atau
ü FEV1 < 30% prediksi atau
ü FEV1 / FVC < 70%
Penatalaksanaan PPOK dibedakan atas tatalaksana kronik dan tatalaksana eksaserbasi, masing masing sesuai dengan klasifikasinya. Secara umum tatalaksana PPOK adalah sebagai berikut:
1. Pemberian obat obatan
a. Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi digunakan oral atau sistemik.
b. Anti inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik
c. Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
d. Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
e. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi
2. Pengobatan penunjang
a. Rehabilitasi
b. Edukasi
c. Berhenti merokok
d. Latihan fisik dan respirasi
e. Nutrisi
3. Terapi oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka panjang atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati hati dapat menyebabkan hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas hidup.
4. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat. Ventilasi mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah sebagai perawatan lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat
5. Operasi paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi paru
(masih dalam proses penelitian di negara maju)
Susceptibility to Exacerbation in Chronic Obstructive Pulmonary Disease
The New England Journal of Medicine
Downloaded from nejm.org by Muhammad Ali Arshaddin on March 30, 2011. For personal use only. No other uses without permission.
Copyright © 2010 Massachusetts Medical Society. All rights reserved.
Downloaded from nejm.org by Muhammad Ali Arshaddin on March 30, 2011. For personal use only. No other uses without permission.
Copyright © 2010 Massachusetts Medical Society. All rights reserved.
ABSTRAK
LATAR BELAKANG
Meskipun kita tahu bahwa eksaserbasi merupakan peristiwa penting pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), pemahaman kita tentang frekuensi, penentu, dan efeknya tidak lengkap. Dalam observasional besar Kohort, kami menguji hipotesis bahwa ada fenotipe eksaserbasi-berulang PPOK yang independen terhadap keparahan penyakit.
METODE
Kami menganalisa frekuensi dan asosiasi eksaserbasi pada 2138 pasien yang terdaftar dalam penelitian Evaluasi of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) Longitudinally to Identify Predictive Surrogate Endpoints (ECLIPSE). Eksaserbasi didefinisikan sebagai pertimbangan penyedia layanan untuk memberikan antibiotik atau kortikosteroid (atau keduanya) atau sebagai pertimbangan rawat inap (eksaserbasi berat). Eksaserbasi berulang ini diamati dalam jangka waktu 3 tahun.
HASIL
Eksaserbasi menjadi lebih sering (dan lebih parah) sebagai tingkat keparahan PPOK, angka eksaserbasi pada tahun pertama follow-up adalah 0,85 per orang untuk pasien dengan PPOK stadium 2 (dengan stadium yang didefinisikan sesuai dengan stadium Global Inisiatif of Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (GOLD)), 1,34 untuk pasien dengan stadium 3, dan 2,00 untuk pasien dengan stadium 4. Secara keseluruhan, 22% dari pasien dengan penyakit stadium 2, 33% dengan stadium 3, dan 47% dengan stadium 4 yang memiliki eksaserbasi berulang (dua atau lebih pada tahun pertama masa follow-up). Prediktor terbaik dari eksaserbasi, dari semua stadium GOLD, adalah riwayat eksaserbasi. Fenotip eksaserbasi-berulang tampaknya relatif stabil selama 3 tahun pertama dan dapat diprediksi berdasarkan rekam medis pasien pada rawatan sebelumnya. Sehubungan dengan penyakit yang lebih berat dan eksaserbasi sebelumnya, fenotip tersebut terkait independen dengan riwayat gastroesophageal reflux atau muntah, kualitas hidup yang buruk, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
KESIMPULAN
Meskipun eksaserbasi menjadi lebih sering dan lebih parah dalam proses PPOK, tingkat di mana eksaserbasi terjadi tampaknya mencerminkan fenotip independen kerentanan. Ini memiliki implikasi untuk target strategi pencegahan-eksaserbasi di seluruh spektrum keparahan penyakit. (Oleh GlaxoSmithKline, ClinicalTrials.gov number, NCT00292552.)
Riwayat alami Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) diselingi dengan eksaserbasi - perburukan gejala akut. Eksaserbasi muncul untuk mempercepat penurunan fungsi paru-paru yang menjadi ciri khas PPOK,1,2 sehingga aktivitas fisik berkurang,3 kualitas hidup memburuk,4 peningkatan risiko kematian,5 dan eksaserbasi juga bertanggung jawab dari besarnya biaya pelayanan kesehatan yang timbul dari kondisi ini menjadi lazim.6 Oleh karena itu, eksaserbasi adalah tanda penting dalam uji klinis, dan pencegahannya adalah komponen kunci dari strategi manajemen PPOK.7
Meskipun eksaserbasi sangat penting, kita relatif sedikit tahu tentang proses terjadinya, penentu, dan efek eksaserbasi pada pasien dengan PPOK dalam berbagai tingkatan keparahan. Meskipun eksaserbasi umumnya dianggap menjadi lebih sering sebagai dasar peningkatan keparahan PPOK, keandalan prediksi sebagian besar eksaserbasi pada pasien tampak pada riwayat eksaserbasi.8 Kemungkinan karena suatu fenotipe rentan terhadap eksaserbasi yang mencakup bentuk-bentuk yang lebih sederhana dari PPOK. Namun, teori ini belum diteliti secara mendalam karena pemahaman kita saat ini eksaserbasi dan PPOK dihubungkan dengan tingkat keparahan penyakit berdasarkan pada penelitian intervensi yang besar 9,10 atau lebih sederhana dari beberapa penelitian yang telah menggunakan berbagai definisi eksaserbasi.8 Kami menggunakan data dari penelitian observasional yang besar untuk menguji hipotesis bahwa terdapat fenotipe eksaserbasi-berulang PPOK yang independen terhadap keparahan penyakit.
METODE
DESAIN PENELITIAN DAN PASIEN
Analisis ini didasarkan pada data yang dikumpulkan sebagai bagian dari penelitian Evaluasi of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) Longitudinally to Identify Predictive Surrogate Endpoints (ECLIPSE).11 Penelitian ini dilakukan sesuai dengan Deklarasi Helsinki dan pedoman Good Clinical Practice. Semua pasien diberikan informed consent tertulis, dan penelitian telah disetujui oleh etika yang relevan dan papan review.
Kriteria rekrutmen meliputi usia 40 sampai 75 tahun, riwayat 10 tahun atau lebih merokok, Forced Expiratory Volume dalam 1 detik (FEV1) kurang dari 80% dari Predicted Value setelah penggunaan bronkodilator, dan rasio dari FEV1 dan Forced Vital Capacity (FVC) kurang dari 0,7 setelah penggunaan bronkodilator.
Pada awalnya, pasien menjalani standar spirometri setelah pemberian 400 mg albuterol dengan menghirupnya. Computed Tomografi (CT) scanning dada dilakukan untuk mengevaluasi tingkat keparahan dan distribusi emfisema (untuk rincian, lihat Lampiran Tambahan , tersedia dengan teks lengkap dari artikel ini pada NEJM.org). Kondisi pasien tersebut dinilai sesuai dengan stadium penyakit yang ditetapkan oleh Global Initiative of Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (GOLD).12 Setelah kunjungan awal, pasien diikuti dengan total tujuh Kunjungan: di bulan ke-3, bulan ke-6, dan setiap 6 bulan setelah itu selama 3 tahun.
Para pasien melaporkan sendiri gejala-gejala dari pernapasannya, obat-obatan, merokok riwayat, eksposur pekerjaan, dan kondisi kesehatan hidup telah didokumentasikan pada awal penelitian dengan penggunaan kuesioner American Thoracic Society–Division of Lung Disease (ATS-DLD) yang telah diperbaharui untuk tujuan penelitian ini.13
Sampel serum dan plasma disimpan pada suhu -80 ° C sampai mereka dianalisis. Rincian tes dijelaskan dalam Lampiran Tambahan . Setiap sampel dengan nilai dibawah dari batas bawah hitungan disesuaikan dengan nilai tengah dari batas bawah tersebut.
Penjelasan rinci tentang metode dapat di lihat dalam Lampiran Tambahan . Penelitian ini dilakukan sesuai dengan protokol , yang tersedia di NEJM.org.
HASIL PENELITIAN
Eksaserbasi merupakan hasil kritis. Definisi kasus eksaserbasi adalah suatu fungsional, berdasarkan keputusan dari dokter umum atau dari personil penelitian untuk meresepkan antibiotik atau kortikosteroid sistemik, tunggal atau kombinasi. Dokter umum tidak diberikan daftar kriteria tertentu yang harus dipenuhi untuk mengklasifikasikan pasein sebagai eksaserbasi, tetapi mereka diperintahkan untuk mendasarkan keputusannya pada kriteria klinis. Definisi kasus ini haruslah memenuhi kriteria definisi pelayanan kesehatan penunjang, dan eksaserbasi yang kami catat akan diklasifikasikan dalam intensitas sedang atau berat.14 Definisi kasus tetap sama selama 3 tahun pendataan aktif, dan kriteria identik retrospektif ketika kita mengumpulkan data dari pasien pada jumlah eksaserbasi mereka yang telah dimilikinya pada 1 tahun sebelum pendaftaran penelitian.
Laporan-pasien pada tahapan awal penelitian meliputi penilaian terhadap dyspnea (dibuat dengan menggunakan skala perubahan dyspnea Medical Research Council15 ), kualitas hidup (St George's Respiratory Kuesioner untuk pasien dengan PPOK16 ), kelelahan (Functional Assessment of Chronic Illness Therapy fatigue scale17 ), dan depresi (Center for Epidemiologic Studies depression scale18).
ANALISIS STATISTIK
Data deskriptif dilaporkan sesuai dengan ± SD atau persentase. Perbandingan antar kelompok untuk ringkasan deskriptif dilakukan dengan menggunakan analisis varians. Insiden eksaserbasi diringkas sebagai suatu tingkatan per- orang per-tahun. Perbedaan dalam eksaserbasi antara kelompok-kelompok dianalisis dengan menggunakan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Dalam eksplorasi awal data, eksaserbasi dianalisis sebagai variabel indikator (pasien memang memiliki atau tidak memiliki suatu eksaserbasi selama tahun pertama) sesuai model univariat dengan penggunaan regresi logistik.
Multinomial regresi logistik dilakukan dengan menggunakan PROC CATMOD dalam SAS, dengan eksaserbasi berulang selama tahun pertama yang diklasifikasikan sebagai 0, satu atau dua atau lebih untuk karakteristik asosiasi lebih lengkap antara factor-faktor awal yang dipilih dan frekuensi eksaserbasi. Kami mendefinisikan eksaserbasi berulang sebagai dua atau lebih eksaserbasi dalam 1 tahun karena definisi ini sesuai dengan arus kriteria pemanfaatan kesehatan untuk eksaserbasi berulang. Untuk analisis multivariat, pendekatan yang digunakan bertahap. Semua variabel yang dieksplorasikan pada analisis univariat dianggap model pada multivariat, dengan usia, jenis kelamin, status merokok, dan indeks massa tubuh dimasukkan sebagai kovariat dalam semua model. Ambang batas konservatif signifikasi 0,01 digunakan untuk menentukan kualifikasi data untuk termasuk ke dalam atau penghapusannya dari model. Semua laporan P value berbentuk nominal dan dua-sisi dan tidak disesuaikan untuk perbandingan multipel. Tahap akhir regresi logistik digunakan untuk analisis yang melibatkan pasien dengan PPOK yang sangat parah (GOLD stage 4). Data biomarker berupa log 10- berubah sebelum semua regresi analisis. Semua pasien yang setidaknya menjalani 30 hari follow-up termasuk dalam regresi analisis.
HASIL
KARAKTERISTIK PASIEN
Sebanyak 2164 pasien yang direkrut untuk penelitian ini, dan 2138 pasien diantaranya terdaftar dan diamati selama masa follow-up. Karakteristik dasar dari beberapa pasien dilaporkan dalam Tabel 1, dikategorikan menurut tingkat keparahan PPOK. Dan juga peningkatan keparahan, yang digoolongkan dalam eksaserbasi lebih sering dan lebih parah (Gambar 1). Pada tahun pertama masa follow-up, tingkat eksaserbasi adalah 0,85 per orang untuk pasien dengan penyakit sedang (GOLD stage 2), 1,34 bagi mereka dengan penyakit parah (GOLD stage 3), dan 2,00 bagi mereka dengan penyakit sangat parah (GOLD stage 4). Tingkat keparahan penyakit juga dipengaruhi perawatan di rumah sakit pada tahun pertama, dengan proporsi pasien yang dirawat di rumah sakit meningkat dengan tingkat keparahan penyakit: GOLD stage 2, 7% ; GOLD stage 3, 18% ; dan GOLD stage 4, 33%.
FAKTOR-FAKTOR TERKAIT DENGAN EKSASERBASI
Dalam analisis regresi logistik-univariat, kami menilai faktor yang terkait dengan setidaknya satu eksaserbasi selama tahun pertama follow up, dengan menggunakan semua penjajagan baseline tersedia di seluruh kohort. Prediktor terbaik dari suatu eksaserbasi pada tahun pertama adalah eksaserbasi dirawat di tahun sebelumnya masuk penelitian (rasio odds, 4,30, 95% confidence interval [CI], 3,58-5,17; P <0,001). Variabel lain yang bermakna dikaitkan dengan eksaserbasi ditunjukkan pada Tabel 2.
Faktor-faktor yang secara independen terkait dengan eksaserbasi selama tahun pertama masa follow-up, berdasarkan model regresi multinomial, ditunjukkan pada Tabel 3. Eksaserbasi secara bermakna dikaitkan dengan memburuknya fungsi paru-paru (menurut post-bronkodilator FEV1), penurunan lebih besar pada status kesehatan (kualitas hidup), riwayat gastroesophageal reflux, dan jumlah sel putih meningkat.
STABILITAS FENOTIP EKSASERBASI-BERULANG
Untuk menilai stabilitas fenotip Eksaserbasi-Berulang dari waktu ke waktu, pertama kita menilai seberapa baik mengingat pasien 'dari eksaserbasi dirawat di tahun sebelumnya masuk penelitian memprediksi jumlah eksaserbasi pada tahun 1, menghitung nilai prediktif positif dan nilai prediktif negatif. Analisis ini mencakup data dari 1.679 pasien yang menyelesaikan semua 3 tahun penelitian.
Di antara 1.318 pasien tidak ada pelaporan eksaserbasi atau satu eksaserbasi dalam tahun sebelum pendaftaran (eksaserbasi jarang), 1037 juga memiliki eksaserbasi jarang terjadi pada tahun pertama penelitian (predicted value negatif, 79%). Di antara 361 pasien melaporkan dua atau lebih eksaserbasi dalam tahun sebelum pendaftaran (eksaserbasi berulang), 211 juga memiliki eksaserbasi berulang pada tahun pertama penelitian (predicted value positif, 58%); 289 pasien (80%) memiliki paling setidaknya satu eksaserbasi. eksaserbasi berulang sebelumnya sebagai kenang oleh pasien sehingga mempunyai sensitivitas 43% dan spesifisitas 87% untuk eksaserbasi berulang aktual di tahun berikutnya.
Kita selanjutnya memeriksa kestabilan eksaserbasi berulang antara tahun penelitian 1 dan 2. Antara 1187 pasien dengan eksaserbasi jarang terjadi selama 1 tahun, sebanyak 987 telah eksaserbasi jarang terjadi pada tahun 2 (predicted value negatif, 83%). Di antara 492 pasien dengan eksaserbasi berulang pada tahun 1, ada 296 yang sering eksaserbasi tahun 2 (predicted value positif, 60%), 84% dari pasien dengan eksaserbasi berulang pada tahun 1 memiliki setidaknya satu eksaserbasi di tahun 2. Dengan demikian, eksaserbasi berulang pada tahun pertama memiliki sensitivitas 60% dan spesifisitas 83% untuk frekuensi di tahun kedua.
Antara 1183 pasien dengan eksaserbasi jarang terjadi pada tahun 2 penelitian, 994 juga memiliki eksaserbasi jarang tahun 3 (predicted value negatif, 84%). Di antara 496 pasien dengan eksaserbasi berulang pada tahun 2, ada 276 yang sering eksaserbasi tahun 3 (predicted value positif, 56%).
Selama masa penelitian tiga tahun, fenotip untuk kerentanan memburuknya dan perlawanan menjadi lebih kuat. Di antara 296 pasien yang eksaserbasi berulang terjadi di tahun 1 dan 2, ada 210 (71%) yang kemudian memiliki eksaserbasi berulang di tahun 3, dan di antara 521 pasien dengan eksaserbasi tidak pada tahun 1 atau tahun 2, total 388 ( 74%) juga tidak kekesalan tahun 3. Kestabilan eksaserbasi berulang ditunjukkan pada Gambar 2.
FREKUENSI EKSASERBASI MENURUT TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT
Di antara 945 pasien dengan PPOK sedang, 208 (22%) memiliki eksaserbasi berulang (dua atau lebih selama tahun pertama penelitian). (Karakteristik pasien dengan PPOK moderat yang terdaftar sesuai dengan eksaserbasi berulang pada Tabel 1 dalam Lampiran Tambahan .) Untuk lebih karakteristik pasien dengan PPOK moderat yang memiliki fenotip Eksaserbasi-Berulang, kami mengulangi analisis stepwise regresi multinomial, kali ini hanya termasuk pasien tersebut. Karena ada tingkat tinggi pengganggu dengan seks dalam model ini, asosiasi dieksplorasi untuk setiap jenis kelamin terpisah. Hasilnya dilaporkan dalam Tabel 4. Eksaserbasi secara bermakna lebih sering terjadi pada wanita dengan PPOK moderat dibandingkan pada laki-laki dengan PPOK moderat: 1.02 versus eksaserbasi 0,74 per orang per tahun (P <0,001). Seperti dalam kohort penuh, antara baik pria maupun wanita, variabel yang paling kuat terkait dengan eksaserbasi selama tahun pertama follow up adalah riwayat eksaserbasi. Sebuah penurunan yang lebih besar dalam status kesehatan (kualitas hidup) dikaitkan dengan eksaserbasi dalam keseluruhan kohort pasien dengan PPOK sedang, tetapi asosiasi tidak diamati dalam model di mana setiap jenis kelamin dianalisis secara terpisah.
Di antara 293 pasien dalam penelitian yang telah PPOK sangat parah, 138 (47%) memiliki eksaserbasi berulang (dua atau lebih) selama tahun pertama penelitian, dan 84 (29%) tidak eksaserbasi. (Karakteristik pasien dengan PPOK yang sangat berat, dikategorikan sesuai dengan eksaserbasi berulang, tercantum dalam Tabel 2 pada Lampiran Tambahan .) Dalam analisis regresi logistik-bertahap, pasien dengan PPOK yang sangat berat yang tidak memiliki eksaserbasi selama masa penelitian 3 tahun adalah mereka yang tidak memiliki eksaserbasi dalam tahun sebelum masuk penelitian (rasio odds, 4,53, 95% CI, 2,62 untuk 7,82; P <0,001). Tidak ada variabel lain yang bermakna dikaitkan dengan eksaserbasi, dan dalam kelompok pasien, tidak ada hubungan antara eksaserbasi berulang dan status kesehatan (sebagaimana dinilai dengan menggunakan St George Respiratory Questionnaire). (Karakteristik pasien dengan PPOK berat, dikategorikan sesuai dengan eksaserbasi berulang, tercantum pada Tabel 3 dan Tabel 4 pada Lampiran Tambahan ).
PEMBAHASAN
Dengan menggunakan data dari kohort observasional ECLIPSE besar, kami memeriksa eksaserbasi berulang antara pasien dengan PPOK sedang, berat, atau sangat parah. Kami menemukan bahwa satu kelompok pasien tampaknya rentan terhadap eksaserbasi, terlepas dari tingkat keparahan penyakit seperti yang didefinisikan oleh penilaian spirometric fungsi paru-paru. Ini fenotipe kerentanan terhadap eksaserbasi dapat diidentifikasi dengan menanyakan pasien tentang eksaserbasi sebelumnya dan relatif stabil selama periode 3 tahun.
Berbagai variabel telah konsisten dikaitkan dengan eksaserbasi berulang dalam penelitian sebelumnya. 8-10 Kami telah menyediakan data kuat dari penelitian tunggal menunjukkan bahwa eksaserbasi membutuhkan perawatan menjadi lebih sering sebagai tingkat keparahan PPOK meningkat. Penelitian kami keprihatinan eksaserbasi sedang dan berat, mana yang paling memberatkan untuk pasien dan pelayanan kesehatan, di antara pasien dengan spektrum yang luas dari keparahan PPOK dan pada siapa penyakit yang mendasarinya telah dinilai secara komprehensif. definisi konservatif kami eksaserbasi mungkin meremehkan frekuensi yang ditetapkan peristiwa gejala. 8 Namun demikian, proporsi pasien dengan penyakit stadium 4 GOLD yang sering eksaserbasi (dua atau lebih per tahun) lebih dari dua kali lipat proporsi pasien dengan penyakit stadium GOLD 2 yang sering eksaserbasi. Data kami juga mendukung pandangan bahwa konsekuensi dari memburuknya menjadi lebih parah dengan peningkatan keparahan penyakit. Namun, membedakan tingkat keparahan eksaserbasi dari tingkat keparahan dari penyakit yang mendasarinya adalah kompleks.
Penentu utama eksaserbasi berulang terjadi di semua stadium GOLD keparahan PPOK yang kami diperiksa adalah riwayat eksaserbasi. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa PPOK dengan eksaserbasi berulang adalah fenotip berbeda yang terlihat pada tahap sedang dan berat penyakit dan bahwa kejadian eksaserbasi berulang meningkat dengan tingkat keparahan penyakit meningkat. Kami menggunakan "berbeda" dalam referensi subkelompok pasien yang tampaknya sangat rentan terhadap kejadian ini, menerima bahwa eksaserbasi berulang adalah variabel kontinu. Saat ini tertarik dalam menentukan fenotipe tertentu di PPOK yang mungkin memiliki prognosis yang berbeda atau persyaratan pengobatan.19 data kami menunjukkan bahwa eksaserbasi-fenotip sering dapat diidentifikasi berdasarkan riwayat eksaserbasi, berpotensi memungkinkan untuk sesuai target pasien untuk intervensi dan sehingga memungkinkan untuk selektif merekrut pasien untuk uji klinis. Status sehubungan dengan eksaserbasi berulang tampaknya relatif stabil dari waktu ke waktu, khususnya dalam kasus pasien yang tidak memiliki eksaserbasi. Hal ini menunjukkan bahwa fenotipe eksaserbasi berulang terbaik dapat digambarkan sebagai fenotip eksaserbasi-kerentanan, di mana orang-orang dengan fenotipe rentan terhadap eksaserbasi sebagai akibat dari kepekaan intrinsik dan eksaserbasi pemaparan pada tertentu pemicu, seperti infeksi virus pernapasan. 20
Dalam analisis multivariat data untuk seluruh kohort, selain hubungan dengan eksaserbasi sebelumnya dan dengan keparahan penyakit yang lebih besar, eksaserbasi lebih sering dikaitkan dengan penurunan yang lebih besar dalam status kesehatan, riwayat gastroesophageal reflux, dan jumlah sel putih meningkat . Seks dikaitkan dengan eksaserbasi berulang, tapi bingung dengan variabel lain. Hal ini sebelumnya telah melaporkan bahwa pasien dengan eksaserbasi berulang mungkin telah meningkat peradangan saluran napas dalam kondisi stabil. 21 Hubungan yang kami amati antara eksaserbasi berulang dan status kesehatan telah dijelaskan sebelumnya, 4 seperti memiliki asosiasi eksaserbasi dengan gastroesophageal reflux. 22 In Sebaliknya, bronkitis kronis tidak dikaitkan dengan eksaserbasi dalam analisis kita, walaupun laporan sebelumnya bahwa batuk dan produksi dahak yang terkait dengan eksaserbasi PPOK. 23-25
Di antara pasien yang menderita PPOK sedang, 22% mengalami eksaserbasi berulang - observasi penting, mengingat bahwa pasien tersebut, yang memiliki penyakit yang relatif ringan sesuai dengan FEV1 kriteria, tidak mungkin saat ini diidentifikasi untuk intervensi untuk mengurangi eksaserbasi. Karena PPOK moderat yang lebih menonjol dari PPOK sangat parah, 26 keseluruhan beban eksaserbasi mungkin lebih besar dengan penyakit ringan. Pada kelompok pasien dengan penyakit sedang dalam penelitian kami, eksaserbasi lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria, dan ada faktor lain yang bervariasi menurut jenis kelamin. Pengamatan perbedaan jenis kelamin yang berbasis pada eksaserbasi berulang adalah menarik, dan tidak jelas apakah tingkat yang lebih tinggi eksaserbasi antara perempuan merupakan peningkatan yang nyata dalam eksaserbasi, kesadaran perempuan gejala, atau kecenderungan yang lebih besar di pihak perempuan untuk melaporkan seperti perubahan dalam gejala ke penyedia layanan kesehatan. Mengenai fitur yang bisa menyarankan hyperreactivity saluran napas, seperti mengi atau riwayat asma, bronkodilator reversibilitas kriteria tersebut tidak digunakan sebagai kriteria untuk dimasukkan atau pengecualian dalam penelitian ECLIPSE. Pertanyaan apakah hyperresponsiveness saluran napas klinis signifikan juga merupakan fenotipe yang berbeda dalam PPOK memerlukan penelitian lebih lanjut.
Di antara pasien dalam penelitian ini yang PPOK sangat parah, 29% tampaknya memiliki ketahanan terhadap eksaserbasi, walaupun beberapa pasien mungkin tidak mampu untuk mengenali eksaserbasi (yang mungkin karena itu tidak telah dilaporkan kepada dokter mereka untuk pengobatan). 4,27 Temuan ini juga memiliki implikasi potensial untuk terapi, dalam hal itu mungkin tidak perlu mengambil pendekatan agresif dengan pencegahan eksaserbasi pada pasien dengan PPOK yang sangat berat jika mereka tidak memiliki riwayat peristiwa tersebut. Dalam penelitian kami, pasien dengan penyakit yang sangat parah yang tidak memiliki eksaserbasi tidak memiliki karakteristik lain yang membedakan mereka dari pasien dengan eksaserbasi kecuali kenyataan bahwa mereka tidak melaporkan eksaserbasi pada tahun sebelumnya.
Meskipun eksaserbasi berulang dikaitkan dengan status kesehatan di seluruh stadium GOLD dan pada pasien dengan sedang (tahap 2) penyakit, hal ini tidak benar antara pasien dengan penyakit yang paling parah (tahap 4). Apakah kecenderungan ini mencerminkan jumlah yang lebih kecil pasien dengan penyakit yang sangat parah atau efek yang selamat di antara pasien dengan penyakit berat yang berpartisipasi dalam penelitian longitudinal tidak dapat dibangun. Kemungkinan lain adalah bahwa pada pasien dengan PPOK sangat parah, peran eksaserbasi untuk melemahkan status kesehatan kurang penting dibandingkan dengan tingkat keparahan dari penyakit yang mendasari itu sendiri.
Kekuatan utama dari analisis ini adalah penggunaan kohort besar pasien dengan PPOK dan berbagai keparahan penyakit. Beberapa temuan negatif penting pantas disebutkan - khususnya, fakta bahwa kita tidak menemukan hubungan antara status merokok dan eksaserbasi berulang. 4 Namun, kelompok kami tidak sampel populasi tetapi sampel pasien bergejala diketahui dokter pernapasan. Pengendalian percobaan telah menunjukkan bahwa farmakoterapi dapat mengurangi eksaserbasi. 9,10 Kami tidak fokus pada pengobatan sebagai penentu eksaserbasi. Perawatan berbasis Bukti PPOK sering mencakup penggunaan riwayat eksaserbasi sebagai indikator untuk memulai pengobatan 12 , dalam sebuah penelitian observasional, eksaserbasi karena itu mungkin untuk memprediksi pengobatan - bukan sebaliknya.
Sebagai kesimpulan, penelitian kami menegaskan pengamatan bahwa eksaserbasi menjadi lebih sering dan lebih parah sebagai yang mendasari meningkatkan keparahan PPOK dan menunjukkan bahwa penting penentu sebagian besar eksaserbasi berulang adalah riwayat eksaserbasi.Temuan ini mendukung hipotesis bahwa pasien yang lebih tunduk pada eksaserbasi berulang, beberapa di antaranya memiliki penyakit ringan, memiliki fenotip kerentanan yang berbeda yang relatif stabil dari waktu ke waktu dan dapat diidentifikasi berdasarkan mengingat pasien peristiwa sebelumnya diobati.
No comments:
Post a Comment
untuk comments yang tidak memiliki tata keramah akan di hapus!